Rabu, 15 Agustus 2018





TRADISI MANIAN DALAM PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMMAD SAW DINEGERI KAILOLO KECAMATANPULAU HARUKU KABUPATEN
MALUKU TENGAH





SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Pada Jurusan Sosiologi Agama


Oleh:

SANNI FITRIYANI MARASABESSY
NIM: 0100202051




INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)AMBON
FAKULTAS USHULLUDIN & DAKWAH
JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA
2014








ABSTRAK

Sanni Fitriyani Marasabessy, NIM. 0100202051. Pembimbing I Abdul Manaf Tubaka, M.Si dan Pembimbing II M. Ihwan Putuhena, M.Si Judul:  Tradisi Manian Dalam Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW Di Negeri Kailolo Kecamatan Pulau Haryku Kabupaten Maluku Tengah.
 

Penelitian ini membahas tentang bagaimana Bentuk Tradisi Manian yang dilakukan oleh Masyarakat Negeri Kailolo dan apa Dampak dari Tradisi Manian.
Di dalam penelitian ini, Penulisan menggunakan Teori Fungsionalisme Struktural oleh Pip Jones dan Teori Simbol oleh Victor Turner. Usaha untuk dapat menjawab semua permasalahan ini, perlu dilakukan penelitian lapangan dengan cara mengumpulkan data, wawancara, observasi dan analisis data atau pustaka. Kemudian data yang diperoleh dalam penelitian diolah dan disajikan dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.
Dari hasil tersebut, peneliti dapat merumuskan bahwa Tradisi Manian yang dilakukan oleh masyarakat Negeri Kailolo merupakan Tradisi perkumpulan basudara yang suda ada sejak dahulu kala hingga sekarang. Hal ini terbukti dengan adanya Silaturahim antar Masyarakat yang tidak pernah terputuskan. Adapun dalam perayaan tradisi Manian, pada umumnya sama hanya saja ada perbedaan di antara Marga Marasabessy. Manian yang di rayakan oleh marga Marasabessy pun terbagi dua yaitu Manian Hala Totui atau makanan jasad dan Manian Bunga Lilin atau kembang keberuntungan

Kata Kunci : Manian, Fungsional Struktural  Maulid Nabi







ii
 
 

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama              : Sanni Fitriyani Marasabessy
Nim                 : 0 1 0 0 2 0 2 0 5 1
Jurusan            : Sossiologi Agama

Dengan penuh kesadaran, penulis yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya penulis. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ini merupakan duplikat, tiruan, plagiat, dibuat atau dibantu orang lain secara keseluruhan atau sebagian, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hokum.

Ambon, 22 Oktober 2014
Penulis


Sanni Fitriyani Marasabessy
NIM: 0100202051
                        




iii
 










KATA PENGANTAR





Tiada kata yang indah dan sempurna selain ungkapan pujian dan rasa syukur kehadirat Allah SWT, yang senantiasa menganugerahkan pencerahan akal dan kalbu, sehingga skrip dengan judul “Tradisi Manian Dalam Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW Di Negeri Kailolo Kecamatan Pulau Haruku Kabupaten Maluku Tengah” dapat terselesaikan walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana.
Tak lupa pula shalawat dan salam penulis haturkan kepada sang guru kehidupan yang di utus kepada manusia untuk menyempurnakan akhlak dan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dialah sang penunjuk jalan yang terang, Nabi Muhammad SAW. Semoga curahan doa dan shalawat selalu Allah SWT limpahkan kepadanya, kepada ahlul-bait, para sahabat dan semua pengikut dan penerus Risalah beliau hingga akhir zaman.
Tidak ada sesuatu yang bisa di berikan tanpa pemberian orang lain. Demikian hal dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimah kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini :
1.     
iv
 
Kedua Orang Tua Ayahanda Hamid Marasabessy Dan Ibunda Fatimah Mahu,  Yang telah memberikan banyak kasih sayang, sabar dalam memberikan pengertian dan dukungan serta senantiasa merestui dan mendo’akan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2.      Dr. Hasbolah Toisuta, M.Ag, selaku Rektor IAIN Ambon, beserta seluruh staf dan karyawan IAIN Ambon.
3.      Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Bapak Dr. Ismail Tuanany, MM, serta para Wakil Dekan Ushuluddin dan Dakwah.
4.      Bapak Dr. H. Subair, S.Ag, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Agama
5.      Bapak Abd Manaf Tubaka, M.Si selaku Pembimbing I dan Bapak Ikhwan Putuhena, M.Si selaku Pembimbing II yang dengan tulus meluangkan waktu guna membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6.      Bapak Drs. H. Ajid Bin Tahir, M.Si dan Bapak M. Taib Kelian, M.Fil.I selaku Penguji, yang memberikan saran dan kritikan kepada penulis guna menyempurnakan berbagai kekurangan penulisan skripsi ini.
7.      Bapak dan Ibu Dosen pada Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Ambon
8.      Kepala Perpustakaan IAIN Ambon beserta staf-stafnya yang telah menyediakan berbagai fasilitas dan literatur yang dibutuhkan.
9.      Buat Abangku tersayang Fauzan Haris Marasabessy, Adikku Tri Venti Marasabessy dan Nabila Kasogi Marasabessy trima kasih atas dukungan serta bantuan moril maupun materil.
10.  Bapak Abu, Bibi Lila dan Bibi Leha trimakasih banyak atas segalanya.
11.  Abang Dhany dan Kakak Amel atas bantuan dan dorongan baik moril maupun materil.
v
 
 

12.  Nenek Tersayang Khalidja Musa’ad trimakasih atas Do’anya.
13.  Keluarga Besar Marasabessy, Mahu, Afsindir dan Musa’ad atas bantuan dorongan serta do’anya.
14.  Teman-temanku M3 D’Vhy’L_Sa and A2 Z_QSittin Masawoy, Nurlinda Mony, Masni Sanmas, Dewiyanti Tomia, Mirna Kening, Rahma Keliobas, Zhulkarnain, Basri Abdul Hamid, Ajuan Tuhuteru, M. Qabil Semarang dan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
15.  Teman-teman FOCUS dan LDK (Lembaga Dakwah Kampus) atas dorongan dan Do’anya
16.  Rekan-rekan seangkatan yang telah membantu dan berpartisipasi yang tidak dapat penulis sebut satu persatu.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT. Penulis berharap semoga semua bantuan, arahan, bimbingan dan Do’a yang diberikan oleh berbagai pihak dapat menjadi bagian dari amal ibadah, sehingga memperoleh ganjaran yang setimpal disisi Allah SWT, dan semoga rahmat serta karunia Allah senantiasa menyertai mereka semua. Aamiin
Ambon, 15 Agustus 2014


Sanni Fitriyani Marasabessy
 
 







vi
 
 




MOTTO

Hidup adalah sebuah alasan yang harus kita jalani,
karena dengan kehidupan kita dapat
 merubah semua cita-cita yang kita inginkan.

_Fitriyani Marasabessy_

Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah
Akan menunjukkan kepadanya jalan keluar dari
Kesusahan, dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah,
Niscaya Allah mencukupkan keperluannya.
_Qs. At-Talaq. 2-3_
           
Sesungguhnya Allah menyukai,
apabila seseorang kamu mengerjakan
sesuatu pekerjaan supaya dikerjakannya
dengan baik dan sempurna
_HR. Baihaqi_





vii
 
 


PERSEMBAHAN

Ku Persembahkan Skripsi Ini Kepada :
·      Kedua Orang Tuaku Ayahanda Tersayang Hamid Marasabessy Dan Ibunda Fatimah Mahu
·      Kakakku Fauzan Haris Marasabessy Dan Adik-Adikku Tri Venti Marasabessy Dan Nabila Kasogi Marasabessy
·      Almamater Tercinta Institute Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari beberapa suku bangsa.Setiap suku mempunyai adat istiadat dan budaya yang berbeda. Dari perbedaan-perbedaan budaya tersebut, mereka tidaklah hanya mendiami suatu daratan, akan tetapi terpencar diantara ribuan pulau yang membentuk gugusan nusantara. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan kebudayaan. Hampir setiap daerah di seluruh Indonesia memiliki adat, bahasa  dan  kebiasaan masing-masing.

Budaya tersebut secara tidak langsung mencerminkan ciri kehidupan sebagian masyarakat setempat dimana budaya tersebut dianut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebudayaan mempunyai peran penting dalam melakukan interaksi baik secara personal maupun secara berkelompok. Keragaman budaya inilah yang membuat bangsa Indonesia di kenal  sebagai bangsa yang rama dan kaya akan nilai-nilai persaudaraan dalam semangat ke-Bhinekaan. Menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat dalam bukunya, Pengantar Ilmu Antropologi, bahwa “Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar”[1]
Budaya sebagai sistem pemikiran yang mencakup gagasan, konsep-konsep aturan serta pengakuan yang mendasar dan diwujudkan dalam kehidupan yang memilikinya melalui proses.
Rafael Raga Maran dalam buku “Manusia & Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar” menyatakan bahwa “Kebudayaan adalah bentuk masyarakat.Kebudayaan membentuk jati diri suatu bangsa.Seperti apa jati diri suatu bangsa tergantung dari kemampuan bangsa yang bersangkutan dalam merancang dan membangun kebudayaan nasionalnya.”[2]
Secara geografis, luas keseluruhan Provinsi Maluku adalah 581.376 km2, terdiri dari luas lautan 527.191 km2  dan luas daratan 54.185 km2, hal ini berarti sekitar 90% wilayah Provinsi Maluku adalah lautan. Karena itu, sebagai daerah kepulauan.Maluku memiliki wilayah yang sangat luas jika dilihat dari luas daratan dan lautan dari utara sampai ke selatan.Jumlah pulau di Maluku kurang lebih 1.412 buah, dua buah diantaranya yang besar adalah P. Seram dan P. Buru.[3]
Dari aspek budaya masyarakat Maluku memiliki kurang lebih lima puluh kelompok suku bangsa dan sub-sub, karena itu memiliki keanekaragaman budaya yang cukup kaya. Hal tersebut dapat dilihat pada begitu beragamnya bahasa atau dialek serta suku dan sub-suku di Maluku.Hasil penelitian Summer Institute of Linguistik (SIL) menyebutkan bahwa bahasa Maluku kurang lebih terdiri dari 117 buah bahasa.Adapun suku dan sub-suku bangsa lebih dari 100 yang mendiami pulau-pulau kecil di kepulauan Maluku, yang terbentang dari utara sampai keselatan.[4]
Walaupun memiliki tingkat keragaman yang cukup besar seperti itu, tapi pada dasarnya secara kultural akar kebudayaan orang Maluku itu sama. Akar budaya orang Maluku ditemukan dalam kebudayaan orang-orang Melanesia yang mendiami gugusan kepulauan yang terletak disebelah barat Samudra Pasifik.Realisme historis menunjukkan bahwa Melanesia adalah ras aslidari masyarakat awal yang mendiami kepulauan Maluku.[5]
Sebagian besar dari kebudayaan Melanesia itu masih terlihat di Maluku Tengah. Sebagai mana  pandangan kosmologi orang Maluku, yaitu Siwa dan Lima, pada orang Melanesia juga memandang dunia dengan konsep sociocosmic dualism yang terdiri atas Melanesia utara yang mendiami kepulauan Solomon dan Melanesia Selatan yang mendiami New Colidonia dengan perbedaan budaya tertentu, terutama berupa mantifak atau wujud pemikiran.[6]
Dalam ingatan masyarakat Maluku, sesungguhnya masyarakat asli Maluku yang mendiami gugusan kepulauan Maluku, leluhurnya berasal dari Pulau Seram yang terkenal dengan sebutan Nusa Ina (Pulau Ibu).Peranan budaya dalam mengatur tatanan hidup masyarakat telah ada jauh sebelum kehadiran agama-agama di Maluku, yang disebut sebagai nilai-nilai kearifan local (Local Wisdom).
Hal yang menarik untuk di cermati dan ditelaah lebih dalam dan focus persoalaan ini adalah bahwa dalam proses perkembangan nila-nilai ini akhirnya mengalami penguatan dan melembaga ke dalam fakultas mentalitas dalam bentuk sebuah kesadaran berbudaya (cultural awarness) dan menjadi kekuatan social (social capital) bagi masyarakat Maluku untuk bertumbuh dan berkembang. Kesadaran budaya dan kekuatan social ini jugalah yang bertransformasi menjadi kekuatan sinergis dari dan bagi kehidupan masyarakat Maluku terhadap kesadaran berbudaya pada kerangka praksisnya termanifestasi dalam bentuk cara berfikir, bersikap dan bertindak mereka yang khas.
Dari kondisi ini masyarakat Maluku dapat mengidentifikasi diri sebagai sebuah komunikasi social yang memiliki identitas tersendiri dan berbeda dari komunitas-komunitas social lainnya di Indonesia.
Kehadiran agama-agama dan budaya-budaya dari luar Maluku telah membuka sebuah fase sejarah tersendiri yang relative sangat memengaruhi corak berbudaya masyarakat Maluku. Dari proses perjumpaan ini, kebudayaan Maluku memasuki dan mengalami sebuah fase terjadinya gesekan dan akulturasi budaya. Konsekuensinya, masyarakat Maluku akhirnya dihadapkan pada opsi-opsi budaya baru dalam mengatur tata relasi social, sosialisasi dan interaksi masyarakat Maluku.[7]
Kemunculan opsi-opsi budaya lain dimaksud tidak cukup dipahami an sich sebagai hasil dari proses akulturasi budaya masyarakat Maluku dan budaya lainnya. Akan tetapi, kemunculan opsi-opsi budaya tersebut juga harus dipahami sebagai proses negosiasi ideology, ekonomi, dan politik antara masyarakat Maluku dengan para pendatang atau ” orang dagang ”. Opsi-opsi budaya tersebut sesungguhnya adalah sebuah akumulasi antara kebutuhan dan kepentingan dari pihak-pihak yang hendak melakukan perluasan wilayah kekuasaan, yaitu ideology, ekonomi, dan politik secara bersamaan. Dalam konteks budaya Maluku kontribusi positif dan negative dengan mudah dan sangat jelas dapat diidentifikasi, mulai dari model mengenakan pakaian sampai cara berbahasa.
Kailolo atau negeri Sahapory adalah sebuah negeri yang terletak dibagian utara pulau Haruku, Maluku Tengah yang terkenal dengan sebutan sebagai Uli Hatuhaha (Persatuan batu di atas batu) atau Amarima Hatuhaha (Lima Negeri di atas batu) bersama dengan Rohomoni-Mandalise, Kabauw-Samasuru, Pelauw-Matasiri dan Hulaliu-Haturessy. Kailolo merupakan satu dari empat buah negeri atau desa adat di pulau Haruku yang beragama Islam. Kailolo memiliki hubungan pela dengan negeri Amalessy atau dikenal dengan nama negeri Tihulale di kecamatan Kairatu, Seram Bagian Barat dan memiliki hubungan gandong dengan Rohomoni, Kabauw, Pelauw, dan Hulaliu.[8]
Di Negri Kailolo biasanya, masyarakat disana sering merayakan ritual adat untuk merayakan Maulid Nabi atau dengan bahasa Kailolo yaitu Manian atau Maningkamu (kumpul basudara), dimana Manian ini merupakan  acara peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW atau dikenal dengan Maulid Nabi yang diadakan setiap tahunnya. Acara ini berbeda dengan acara maulid yang pada umumnya dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Jika kebanyakan peringatan maulid Nabi diadakan di Masjid, maka lain halnya dengan Manian yang diadakan di rumah-rumah Pusaka.  Dan biasanya Manian diadakan berdasarkan marga atau fam. Dimana marga yang merayakan manian tidak diperbolehkan tahlil.Karena dari marga lainlah yang berhak mengikuti tahlil tersebut. Tujuannya adalah, agar setiap orang dari marga lain bisa merasakan perayaan manian dari marga yang merayakannya. Atribut-atribut  yang digunakanpun beraneka ragam. Tidak hanya makanan, buah-buahan dan kue-kue pada umumnya, Sembilan bahan pokokpun diikutsertakan dan semua itu diletakkan pada sebuah papan lebar yang menyerupai pintu.Tradisi manian pada masyarakat Kailolo suda ada sejak lama, jadi hal ini sudah menjadi suatu kewajiban yang harus dilaksanakan dari para nenek moyang dan leluhur.
B.     Rumusan dan Batasan Masalah
a.      Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka yang menjadi permasalahan dan agar penelitian tidak keluar dari substansi masalah, maka penulis dapat merumuskan masalah, sebagai berikut :
1.      Bagaimana bentuk Tradisi Manian dalam perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang dilakukan oleh masyarakat Negeri Kailolo?
2.      Apadampak dari Tradisi Manian pada masyarakat Kailolo?

b.      Batasan Masalah
Untuk membatasi permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini agar tidak keluar dari yang penulis angkat, maka perlu dibatasi. Oleh karena itu permasalahan yang hendak diangkat  hanyalah terfokus pada Tradisi Manian dan cara Pelaksanaannya pada Negri Kailolo.
C.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah, sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui bentuk Tradisi Manian dalam perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW pada masyarakat Negri Kailolo
2.      Untuk mengetahui dampak Tradisi Manian terhadap masyarakat Negeri Kailolo.
D.    Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Manfaat Teoritis, Penelitian ini berguna untuk memperkaya khasanah penelitian, memperluas wawasan peneliti, masyarakat pada Negri Kailolo dan kalangan akademisi.
2.      Manfaat Praktis, Melalui penelitian ini, dapat diketahui bagaimana Tradisi Maniang dalam perayaan Maulid Nabi terhadap peningkatan pengetahuan pada masyarakat Negri Kailolo.
  
E.     Pengertian Judul
1.      Pengertian Judul
Untuk menghindari terjadinya kerancuan dan interpretasi pengertian tentang penggunaan dan istilah, maka dipandang perlu untuk memberikan uraian dan pengertian judul tentang penelitian ini. Adapun kata dan pengertian adalah, sebagai berikut :
1.      Tradisi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), segala sesuatu seperti adat, kepercayaan dan kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yg masih dijalankan di masyarakat.[9]
2.      Manian adalah salah satu kata yang berasal dari bahasa Hatuhaha yang memiliki persamaan kata dengan Manikam  yang artinya Ikatan Rahim . Sebelum kata Manikam, ada kata Mani yang artinya Keturunan mata air. Jadi Manian artinya Proses penampakan jati diri. Ada juga yang mengatakan bahwa Manian  berasal dari kata Maningkamu menurut bahasa yang artinya Berkumpul, Menurut istilah, Manian adalah kelahiran Nabi Muhammad SAW Dimana Tradisi ini bertujuan untuk menjamu dan mengumpulkan kembali keluarga yang telah berpisah lama, dengan cara berkumpul di bulan maulid ini secara bersama-sama.[10]
3.      Perayaan, pesta (keramaian dsb) untuk merayakan suatu peristiwa.
4.      Maulid secara bahasa berarti tempat atau waktu dilahirkannya seseorang.  Maka dari itu Maulid Nabi Muhammad adalah hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
5.      Negeri, dapat diartikan sebagai tanah tempat tinggal suatu bangsa, kampung halaman, atau tempat kelahiran.[11]
6.      Kailolo atau dengan bahasa daerah “Kairolo” artinya Sumber Ilmu. Negeri Kailolo adalah Negeri yang lebih di kenal dengan nama Sahapory oleh masyarakat Hatuhaha yang artinya Saha (batok kelapa) dan Pory (di kelilingi).

F.     Penelitian Terdahulu
Pokok bahasan yang dibahas dalam penelitian ini adalah Tradisi Manian dalam Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Negeri Kailolo.
Kajian tentang penelitian sejenis ini sudah pernah dibuat sebelumnya. Diantaranya Tinjauan Tentang Tradisi Manian di Negeri Kailolo Oleh Zulhiah Tuasamu. Kajian ini lebih banyak membahas tentang masalah-masalah sejarah dan tradisi-tradisi yang ada di Negeri Kailolo serta peran dan fungsi dari Tradisi Manian tersebut.
Dari kedua hasil penelitian ini, dapat di simpulkan bahwa. Penelitian yang berjudul Tinjauan Tentang Tradisi Manian ini lebih banyak bercerita tentang sejarah ataupun peran dan fungsi dari Tradisi tersebut, sedangkan penelitian yang di bahas oleh penulis ini lebih banyak meneliti tentang kebudayaan dan status social di masyarakat merupakan Tradisi Negeri  yang di lakukan sebagai suatu bentuk acara syukuran atas berbagai nikmat dan rezeki yang diperoleh Masyarakat Negeri kailolo dari Allah SWT, sebagai suatu acara untuk mengikat tali Silaturahim yang gunanya untuk mempertemukan anak cucu dari masing-masing marga yang terdapat di Negeri Kailolo.
G.    METODE PENELITIAN
1.      Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Metode deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Dimana penelitian ini dilakukan pada kondisi alami dan bersifat penemuan.[12] Metode ini pada dasarnya bertujuan untuk memahami keadaan yang saling berhubungan antara berbagai gejala eksternal maupun internal yang terdapat dalam kehidupan masyarakat Negri Kailolo.
Metode penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami makna yang mendasari tingkahlaku manusia dan penelitian ini mengambil fakta berdasarkan subyek penelitian.[13]Pendekatan kualitatif dicirikan oleh tujuan penelitiannya berupa memahami gejala-gejala, proses-proses dan makna-makna tertentu yang tak mungkin diukur secara ketat dari segi kuantitas, jumlah, intensitas atau frekuewsi.[14]

2.      Waktu dan Lokasi Penelitian
a.      Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian sejak bulan Desember 2013 -Januari 2014.
b.      Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian di Desa Kailolo, dengan berbagai pertimbangan. Pertama, Desa Kailolo merupakan Tanah adat dimana masyarakat setempat sering melakukan Ritual Keagagamaan dengan menggunakan unsur Adat didalamnya. Kedua, akses Informasi yang mudah didapatkan. Selain itu, peneliti memilih Desa Kailolo dengan alasan bahwa desa tersebut memudahkan peneliti untuk mendapatkan informasi. Ketiga, waktu dan biaya; akses transportasi dari Kebun Cengkeh ke Kailolo sangat terjangkau dengan biaya transportasi Rp 50.000 dan juga waktu yang tersedia sangat terbatas sehingga peneliti memilih Desa Kailolo.
3.      Jenis Data dan Sumber Data Penelitian
a.      Jenis Data Penelitian
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Jenis data penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu:
a)      Data primer adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber asli (langsung dari informan) yang memiliki informasi atau data tersebut.[15]
b)      Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua (bukan orang pertama, buka asli) yang memiliki informasi atau data tersebut.[16]

b.      Sumber Data Penelitian
1.      Informasi yaitu data yang telah diproses menjadi bentuk yang memiliki arti bagi penerima dan dapat berupa fakta, suatu nilai yang bermanfaat. Jadi ada suatu proses transformasi data menjadi suatu informasi
2.      Data ini juga diambil dari hasil pengamatan terhadap aktivitas dan kehidupan masyarakat negeri Kailolo
3.      Data juga diperoleh dengan cara mengambil dokumentasi tertulis maupun benda-benda yang berkaitan dengan suatu kejadian. Dokumentasi disini berupa Tulisan, Rekaman, dan pengambilan Gambar yang berkaitan dengan tradisi tersebut.
4.      Tehnik Pengumpulan Data
Untuk menggali data informan digunakan beberapa teknik yaitu:
1)      Observasi atau pengamatan; teknik ini digunakan dengan tujuan untuk mengetahui sumber informasi melalui wawancara. Observasi yang Peneliti gunakan adalah observasi secara langsung dengan mewawancarai Tokoh Adat dan Masyarakat setempat untuk mengetahui masalah yang akan diteliti.
2)      Wawancara Mendalam (indept interview), teknik ini digunakan untuk mengetahui informasi secara mendalam dari informan kunci.
3)      Dokumentasi adalah pengumpulan data melalui sumber dokumen dan gambar yang berhubungan dengan kasus yang diteliti.

 5.      Tipe Analisis Data
            Data yang dikumpulkan akan diolah dengan menggunakann teknik analisa kualitatif deskriptif, yaitu analisa yang digunakan untuk menganalisa data-data kualitatif melalui penjelasan konsep-konsep yang diperoleh dalam penelitian. Proses pengolahan data tersebut selanjutnya di Interpretasikan dengan teknik induktif, yaitu suatu rancangan pengumpulan dan pengolahan data untuk mengembangkan teori.
  

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.    Keterkaitan Masyarakata Dan Budaya
Dalam kehidupan manusia sebagai mahluk sosial pada prinsipnya mempunyai kebudayaan baik dari daerah maupun kebudayaan yang melekat pada diri pribadi.Sehingga tercermin watak dan kepribadiannya. Suda tentu merupakan naluri manusia pulau untuk selalu berusaha mewujudkan kebahagiaan dan berusaha mengamalkan nilai-nilai kebudayaan Nasional maupun Lokal.
Selanjutnya agama berkembang sebagai budaya yang berfungsi mengintograsikan masyarakat, sehingga pembangunan masyarakat berfungsi mengembangkan budaya, selain membina hubungan dalam kehidupan setiap orang untuk hidup bersama, juga untuk membangun masyarakat pada kekuatan sendiri yang disebut Comuniti Power.
Geertz adalah orang pertama yang mengungkapkan pandangan agama sebagai sebuah system budaya “Cultural Sistem” dianggap sebagai tulisan klasik tentang agama yakni: Tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang berwujud sebagai komunitas desa atau kota dan sebagai kelompok adat yang lain, bisa menampilkan suatu corak yang khas.[17] Geertz juga menerapkan pandangan-pandangan untuk meneliti tentang agama dalam suatu masyarakat.
Text Box: 14Apakah agama itu kebudayaan atau agama itu bukan bagian dari kebudayaan, jawaban ini telah menimbulkan berbagai perdebatan di satu pihak berpendapat bahwa agama adalah bagian dari kebudayaan sementara pada pihak lain menyatakan bahwa agama bukan bagian dari kebudayaan.Kelompok orang yang tidak setuju dengan pandangan bahwa agama itu bukan berasal dari manusia tetapi dari tuhan, dan sesuatu yang datang dari tuhan tentu tidak dikatakan kebudayaan.
Sementara orang yang menyatakan bahwa agama adalah kebudayaan mengatakan bahwa agama tidak dilepaskan dari kebudayaan memang benar wahyu yang menjadi sandaran fundamental itu berasal dari Tuhan tetapi realisasinya dalam kehidupan adalah persoalan manusia sendiri baik dalam hal kesanggupan pemikiran intelektual dalam kehidupan maka menururt pandangan ini realisasi dan aktualisasi, Agama sungguh telah menjadi kebudayaan sehingga dalam realisasinyapada tradisi atau kebudayaan umat manusia. Dengan demikian persoalan agama tidak terlepas dari kebudayaan itu sendiri.
Sebenarnya apabila ditarik garis batas antara agama dan budaya itu adalah garis batas tuhan dan manusia maka wilayah agama dan wilayah kebudayaan itu pada dasarnya tidak statis dinamis sebab tuhan dan manusia berhubungan secara teologis dimana manusia menjadi khalifa maka pada tahapan ini antara agama dan kebudayaan menempati wilayah sendiri-sendiri da nada kalanya kedua berada dalam wilayah yang sama yaitu yang disebut wilayah kebudayaan.
Atas prinsip seperti dibumi Maluku yang tercinta ini yang di huni oleh beribu-ribu suku bangsa dan sala satunya masyarakat Negri Kailolo di pulau Haruku atau Amarima Hatuhaha. Merupakan negri adat pulau haruku yang beragama islam. Sampai saat ini masih memiliki adat istiadat yang merupakan manifestasi nilai atau identitas yang sangat spesifik, yaitu Tradisi Manian Dalam Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Negri Kailolo, yang diwarisi secara turun temurun dan dipegang kuat oleh masyarakat, sehingga perlu di pelihara dibina dan di lembagakan untuk lebih memperkaya budaya dan memberi corak pada bangsa Indonesia pada umumnya.
Tradisi Manian ini, biasanya dirayakan oleh masyarakat Negri kailolo untuk mempererat hubungan kekeluargaan antar Marga, sebelum merayakan acara ini Masyarakat Kailolo terlebih dahulu mengadakan pengajian (Berzanji) setelah itu diikuti dengan Manian yang bertujuan untuk menjamu para kelurga dari Marga-marga lain. Setelah pembacaan berjanji, ada juga dengan acara yang digelar pada malam hari guna untuk mengatur silsilah keluarga dengan jelas.
Acara ini adalah Aha’u Guru (Dulang Keluarga).Bagi masyarakat Negri Kailolo Tradisi Manian ini harus tetap dilestarikan agar setip keluarga tidak bisa dilepas pisahkan.Karena inti dari perayaan ini adalah memperkuat tali persaudaraan antar masyarakat Negeri Kailolo.
B.     Konsep Fungsionalisme Struktural
Teori Fungsionalisme struktural merupakan kelanjutan dari teori-teori tentang fakta sosial yang terbangun dari pemikir teori sosial terdahulu.Sehingga, sebagai kelanjutan dari konsepsi kita terhadap pemikiran-pemikiran sosiologis kontemporer, kiranya kita perlu mengetahui bagaimana teori fungsionalisme struktural menjadi begitu penting untuk dipertahankan sebagai konsep yang mampu menjelaskan realita sosial secara fungsional.[18]
Didalam fungsinalisme struktural, istilah struktural dan fungsionalisme tidak perlu digunakan dalam gabungan, meskipun secara khas mereka digabungkan. Kita dapat mempelajari struktur-struktur masyarakat tanpa memperhatikan fungsi-fungsi (atau konsekuensi-konsekuensi) bagi struktur-struktur lain. Demikian pula, kita dapat mengkaji fungsi-fungsi suatu varientas proses-proses sosial yang mungkin tidak mengambil suatu bentuk struktural.Meskipun fungsionalisme struktural mengambil berbagai bentuk.
C.    Konsep Simbol
Simbol adalah kajian mengenai istilah-istilah dasar yang dengannya kita memandang diri kita sendiri sebgaia manusia dan sebagai anggota masyarakat dan mengenai bagaimana istilah-istilah dasar ini digunakan oleh manusia untuk membangun suatu mode kehidupan bagi diri mereka sendiri. Prinsip-prinsip epistemology dari antropologi simbolik secara alamiah tergantung pada premis-premis ontologis. Asumsi-asumsi dan konsep-konsep juga diasosiasikan dengan antroplogi penduduk simbolik. Pertama, adalah konsep Victor Turner mengenai karakter symbol multivokalik atau kemampuan symbol untuk merepresentasi beberapa makna yang berbeda-beda sekaligus.
Victor Turner menjelaskan bahwa, symbol atau tanda dapat dilihat sebagai konsep-konsep yang dianggap oleh manusia sebagai pengkhasan sesuatu yang lain yang mengandung kualitas-kualitas analisis logis atau melalui asosiasi-asosiasi dalam pikiran dan fakta. Misalnya symbol pohon mudyi pada orang Ndembu, Zambia, Afrika.Agama adalah symbol dari adanya kepercayaan yang dianut oleh manusia.Agama mempunyai symbol-simbol tersendiri yang melambangkan identitas agama atau lambang agama itu sendiri.
Menurut Turner, hakekat bentuk simbolik yang mendasar dan kuat serta tersebar luas dalam kehidupan manusia adalah karena simbol-simbol itu bersumber pada hakekat asal mula manusia itu sendiri yang dinamakannya sebagai “pengalaman biologi yang primordial”. Organisme tubuh manusia yang bersama-sama dengan “pengalamannya yang penting serta penuh dengan makna” berfungsi sebagai semacam pola yang digunakan untuk menciptkan sesuatu secara simbolik” bagi kepentingan untuk mengkomunikasikan isi upacara.Dibalik kesemuannya ini maka yang paling mendasar dari hakekat primordial dan kemanusiaan itu adalah sistem-sistem klasifikasi, dan yang secara simbolik telah diperluas cakupan-cakupannya.
Dengan demikian maka Turner melihat bahwa kekuatan-kekuatan yang mendorong dan menciptakan unsur-unsur bagi penciptaan kebudayaan yang memberi keterangan atau informasi secara struktural sebagaimana yang dikatakannya berasal dari luar terhadap struktur itu sendiri, memberi kesan adanya pertentangan dalam konsep-konsepnya. Seharusnya, baik proses mediasi atau perantaraan maupun pendorongan bagi penciptaan dalam struktur-struktur itu secara struktural dan fungsional ada dalam sistem itu sendiri.
Turner melihat bahwa upacara berperan untuk membuat individu dapat menjadi cocok dengan masyarakatnya dan membuatnya dapat menerima aturan-aturan yang berlaku.Yang sebenarnya patut diperhatikan dalam pengkajian mengenai hubungan antara struktur sosial dengan agama dan upacara adalah dalam hal kaitannya dengan kenyataan-kenyataan sosial dan ekonomi yang ada dalam lingkungan hidup yang dihadapi oleh para pelakunya dalam masyarakat.
Sehingga pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan relevansi dari sesuatu keyakinan keagamaan dan upacara yang dilihat sebagai struktur sosial ataupun sebagai corak hubungan yang terwujud antara struktur sosial dengan agama dan upacara, bukanlah harus dilihat dalam konteks struktur itu sendiri tetapi dalam suatu konteks yang lebih luas dan berlandaskan pada kehidupan yang nyata yang dihadapi oleh para pelaku yang bersangkutan.
Karena, agama mempunyai berbagai fungsi penting yang terwujud dalam berbagai cara yang berbeda dalam kehidupan sosial manusia. Hal ini juga terdapat dalam upacara perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang biasa disebut oleh masyarakat Kailolo dengan nama Manian, acara adat ini di adakan dengan tujuan untuk mempertemukan kembali sanak saudara yang telah lama berpisah dan untuk memperjamu keluarga dari marga lain.
Symbol-simbol sangat penting dalam memungkinkan orang bertindak di dalam cara-cara manusiawi yang khas.Oleh karena symbol, manusia “tidak merespon secara pasif kepada realitas yang memaksakan dirinya, tetapi menciptakan secara aktif dan menciptakan kembali dunia tempatnya beraksi” Selain kegunaan umum tersebut, symbol-simbol pada umumnya, mempunyai sejumlah fungsi spesifik bagi sang aktor.
Pertama, symbol-simbol memampukan manusia untuk berurusan dengan dunia material dan social dengan memungkinkan mereka memberi nama, mengategorikan, dan mengingat objek-objek yang mereka jumpai disana. Dengan cara itu, manusia mampu menata dunia yang jika tidak demikian akan menjadi memusingkan. Bahasa memungkinkan orang untuk menamai, mengategorikan, dan secara khusus mengingat jauh lebih efisien daripada yang dapat mereka lakukan bila menggunkan jenis-jenis symbol lainya, seperti gambar-gambar pictorial.
Kedua, simbol-simbol meningkatkan kemampuan untuk berfikir. Meskipun sekumpulan symbol pictorial hanya memungkinkan kemampuan untuk berfikir yang terbatas, bahasa memperluas kemampuan tersebut secara besar-besaran.Berfikir, di dalam terminologi ini, dapat dipahami sebagai interaksi symbol dengan diri seseorang.
Ketiga, penggunaan symbol-simbol memungkinkan para actor melampaui waktu, ruang, dan bahkan pribadi mereka sendiri. Melalui penggunaan symbol-simbol para actor dapat membayangkan seperti apa hidup di masa silam dan seperti apa gidup di masa depan. Selain itu, para actor dapat melampaui pribadi-pribadi mereka sendiri secara simbolis dan membayangkan seperti apa dunia dari sudut pandang orang lain.[19]

D.    Konsep Kebudayaan
Kebudayaan berasal dari kata “budaya”.Kebudayaan dapat diartikan “segala hal yang bersangkutan dengan budi atau akal”. Dapat dipahami bahwa nilai-nilai budaya pada intinya melahirkan kebersamaan dalam kesatuandan keselarasan hidup, jika hal ini di jaga dan di lestarikan oleh manusia sebagai mahluk yang berbudaya maka akan selalu melahirkan ketenteraman. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk system agama dan politik, adat istiadat, pakaian, bangunan dan karya seni.Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung mengganggapnya diwariskan secara genetic.Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh, budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.Unsur-unsur budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan social manusia.[20]
Konsep kebudayaan yang dikemukakan oleh Geertz memang sebuah konsep yang dianggap baru pada masanya. Seperti dalam bukunya Interpretation of Culture, ia mencoba mendefinsikan kebudayaan yang beranjak dari konsep yang diajukan oleh Kluckholn sebelumnya, yang menurutnya agak terbatas dan tidak mempunyai standard yang baku dalam penentuannya. Berbeda dengan Kluckholn, ia menawarkan konsep kebudayaan yang sifatnya interpretatif, sebuah konsep semiotik, dimana ia melihat kebudayaan sebagai suatu
teks yang perlu diinterpretasikan maknanya daripada sebagai suatu pola perilaku yang sifatnya kongkrit . [21]
Dalam usahanya untuk memahami kebudayaan, ia melihat kebudayaan sebagai teks sehingga perlu dilakukan penafsiran untuk menangkap makna yang terkandung dalam kebudayaan tersebut. Kebudayaan dilihatnya sebagai jaringan makna simbol yang dalam penafsirannya perlu dilakukan suatu pendeskripsian yang sifatnya mendalam. Geerts secara jelas mendefinisikannya.
Kebudayaan adalah suatu sistem makna dan simbol yang disusun..dalam pengertian di mana individu-individu mendefinisikan dunianya, menyatakan perasaannya dan memberikan penilaian-penilaiannya; suatu pola makna yang ditransmisikan secara historik diwujudkan di dalam bentuk-bentuk simbolik melalui sarana di mana orang-oarang mengkomunikasikan, mengabadikannya, dan menmgembangkan pengtahuan dan sikap-sikapnya ke arah kehidupan; suatu kumpulan peralatan simbolik untuk mengatur perilaku, sumber informasi yang ekstrasomatik”. Karena kebudayaan merupakan suatu sistem simbolik, maka proses budaya haruslah dibaca, diterjemahkan, dan diinterpretasikan.
Konsep kebudayaan simbolik yang dikemukakan oleh Geertz diatas adalah suatu pendekatan yang sifatnya hermeneutic .Suatu pendekatan yang lazim dalam dunia seniotik.Pendekatan hermeunetik inilah yang kemudian menginspirisasikannya untuk melihat kebudayaan sebagai teks-teks yang harus dibaca, ditranslasikan, dan diinterpretasikan. Pengaruh hermeunetic dapat kita lihat dari beberapa tokoh sastra dan filsafat yang mempengaruhinya, seperti Kenneth Burke, Susanne langer, dan Paul Ricouer. Seperti Langer dan Burke yang mendefinisikan fitur/keistimewaan manusia sebagai kapasitas mereka untuk berperilaku simbolik. Dari Paul Ricouer, ia mengambil gagasan bahwa bangunan pengetahuan manusia yang ada, bukan merupakan kumpulan laporan rasa yang luas tetapi sebagai suatu struktur fakta yang merupakan simbol dan hukum yang mereka beri makna. Sehingga demikian tindakan manusia dapat menyampaikan makna yang dapat dibaca, suatu perlakuan yang sama seperti kita memperlakukan teks tulisan.
Geertz menfokuskan konsep kebudayaan kepada nilai-nilai budaya yang menjadi pedoman masyarakat untuk bertindak dalam mengahadapi berbagai permasalahan hidupnya.Sehingga pada akhirnya konsep budaya lebih merupakan sebagai pedoman penilaian terhadap gejala-gejala yang dipahami oleh si pelaku kebudayaan tersebut.Makna berisi penilaian-penilaian pelaku yang ada dalam kebudayaan tersebut.Dalam kebudayaan, makna tidak bersifat individual tetapi publik, ketika sistem makna kemudian menjadi milik kolektif dari suatu kelompok.Kebudayaan menjadi suatu pola makna yang diteruskan secara historis terwujud dalam simbol-simbol.Kebudayaan juga menjadi suatu sistem konsep yang diwariskan yang terungkap dalam bentuk-bentuk simbolik yang dengannya manusia berkomunikasi, melestarikan, dan memperkembangkan pengetahuan mereka tentang kehidupan dan sikap-sikap terhadap kehidupan.
Menurut Kluckhohn, dalam bukunnya yang dijelaskan oleh Rafael Raga Maran, Manusia Dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Sebagai a set of control mechanism,  seperangkat mekanisme kontrol-rencana, resep-resep, peraturan, konstruksi, yang biasa disebut oleh para ahli komputer adalah program untuk mengatur perilaku.[22]
Herknovits, menjelaskan bahwa “ Kebudayaan sebagai suatu yang super organik, karena kebudayaan yang berturun-temurun dari generasi ke generasi tetap tetap hidup terus menerus walaupun orang-orang yang menjadi anggota masyarakat senantiasa silih berganti di sebabkan kematian dan kelahiran”.[23]
Sedangkan Kebudayaan menurut Koentjaraningrat merupakan perkembangan dari bentuk jamak “budi daya”, artinya daya dari budi, kekuatan dari akal. Selanjutnya Koentjaraningrat merumuskan defenisi kebudayaan seperti yang telah diungkapkan pada latar belakang “ keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar. Beserta keseluruhan dari hasil budi daya dan karyanya itu”.  Atau kebudayaan adalah keseluruhan dari apa yang pernah dihasilkan oleh manusia karena pemikiran dan karyanya. Jadi, apabila disimpulkan, kebudayaan itu meliputi pemikiran manusiadan karya atas dasar pemikirannya itu.[24]
Dari defenisi Koentjaraningrat tersebut dapat dijelaskan bahwa, kebudayaan itu paling sedikit memiliki tiga wujud, yaitu:
a.       Keseluruhan ide, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan sebagainya yang berfungsi mengatur, mengendalikan, dan memberi arah pada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat, yang disebut “adat tata kelakuan”
b.      Keseluruhan aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, yang disebut “sistem sosial”. Sistem sosial terdiri dari rangkaian aktivitas manusia dalam masyarakat yang selalu mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan, misalnya gotong-royong dan kerja sama.
c.       Benda-benda hasil karya manusia yang disebut “kebudayaan fisik”, misalnya pabrik baja, Candi Borobudur dan Batik. [25]
E.     Agama Dan Kebudayaan
1.      Pengertian Agama
Agama adalah suatu ciri kehidupan social manusia yang universal dalam arti bahwa semua masyarakat mempunyai cara-cara berfikir dan pola-pola perilaku memenuhi syarat untuk disebut “agama” (religious). Agama terdiri atas tipe-tipe symbol, citra, kepercayaan, dan nilai-nilai spesifik dengan mana makhluk manusia menginterpretasikan eksistensi mereka. Akan tetapi, karena agama juga mengandung komponen ritual, maka sebagian agama tergolong juga dalam struktur social.[26]
Dalam Ensiklopedia Islam Indonesia, agama berasal dari kata Sangsekerta, yang pada mulanya masuk ke Indonesia sebagai nama kitab suci golongan Hindu Syiwa (kitab suci mereka bernama Agama). Kata itu kemudian menjadi di kenal luas dalam masyarakat Indonesia. Akan tetapi, dalam penggunaanya sekarang, ia tidak mengacu kepada kitab suci tersebut. Ia dipahami sebagai nama jenis bagi keyakinan hidup tertentu yang di anut oleh suatu masyarakat, sebagaimana kata dharma (juga dari bahasa Sangsekerta), din (dari bahasa Arab), dan religi (bahasa latin) dipahami. Ada tiga pendapat yang dapat dijumpai berkenaan dengan arti harfi kata agama itu.
Pertama mengartikan tidak kacau, kedua  tidak pergi (maksudnya diwarisi temurun), dan ketiga jalan bepergian (maksudnya jalan hidup). Lepas dari masalah pendapat mana yang benar, masyarakat beragama pada umumnya memang memandang agama itu sebagai jalan hidup yang dipegang dan diwarisi turun-temurun oleh masyarakat manusia, agar hidup mereka menjadi tertib, damai, dan tidak kacau.[27]
Agama merupakan suatu kekuatan yang berpengaruh dan paling dirasakan di dalam kehidupan manusia. Dia mempengaruhi manusia dalam segala aspek kehidupannya. Kepercayaan-kepercayaan dan nilai-nilai agama memberi motivasi kepada manusia dalam bertingkah laku dan memengaruhi kelompok di dalam menata kehidupan mereka bersama.
Hubungan antara agama dan masyarakat bersifat timbal balik. Di satu pihak, agama memainkan peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Di pihak yang lain, kehidupan masyarakat member bentuk kepada pelaksanaan kehidupan agama.[28]
Islam juga mengadopsi kata agama, sebagai terjemahan dari kata Al-Din seperti yang dimaksudkan dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 19, Allah SWT berfirman :
Ø¥ِÙ†َّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّÙ‡ِ ٱلۡØ¥ِسۡÙ„َٰÙ…ُۗ Ù©
Artinya :
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.

Agama Islam disebut Din dan Al-Din, sebagai lembaga Ilahi untuk memimpin manusia untuk mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.Secara fenomenologis, agama Islam dapat dipandang sebagai Corpus syari’at yang diwajibkan oleh Tuhan yang harus dipatuhinya, karena melalui syari’at itu hubungan manusia dengan Allah menjadi utuh.Cara pandang ini membuat agama berkonotasi kata benda sebab agama dipandang sebagai himpunan doktrin.
Komaruddin Hidayat seperti yang dikutip oleh muhammad Wahyuni Nifis lebih memandang agama sebagai kata kerja, yaitu sebagai sikap keberagamaan atau kesolehan hidup berdasarkan nilai-nilai ke Tuhanan.Walaupun kedua pandangan itu berbeda sebab ada yang memandang agama sebagai kata benda dan sebagai kata kerja, tapi keduanya sama-sama memandang sebagai suatu sistem keyakinan untuk mendapatkan keselamatan disini dan diseberang sana.

  2.      Pengertian Kebudayaan
Budaya menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar.
Jadi budaya diperoleh melalui belajar. Tindakan-tindakan yang dipelajari antara lain cara makan, minum, berpakaian, berbicara, bertani, bertukang, berrelasi dalam masyarakat  adalah budaya. Tapi kebudayaan tidak saja terdapat dalam soal teknis tapi dalam gagasan yang terdapat dalam fikiran yang kemudian terwujud dalam seni, tatanan masyarakat, ethos kerja dan pandangan hidup.Yojachem Wach berkata tentang pengaruh agama terhadap budaya manusia yang immaterial bahwa mitologis hubungan kolektif tergantung pada pemikiran terhadap Tuhan.Interaksi sosial dan keagamaan berpola kepada bagaimana mereka memikirkan Tuhan, menghayati dan membayangkan Tuhan.
Kebudayaan berasal dari kata budaya yang berdasarkan kamus Bahasa Indonesia berarti: pikiran, akal budi dan adat istiadat. Kebudayaan sendiri berarti hasil kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi ) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat.
Beberapa ahli mendefinisikan kebudayaan sebagai berikut:  
·         Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut.

·         Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Kebudayaan merupakan buah hasil pemikiran manusia yang tercermin dari sikap, sifat dan ciptaan.Setiap masyarakat memiliki kebudayaan masing-masing berdasarkan keperluaan dan kesesuaian dengan lingkungan hidup mereka.
Sebagai contoh kecil dari produk kebudayaan orang Eropa cenderung menganggap minum alcohol adalah hal yang wajar karena tuntutan cuaca yang sangat ekstrim pada saat musim dingin. Orang Arab membungkus kepala mereka dengan kopyah yang digulung sorban karena teriknya matahari di sekitar padang pasir. Orang pesisir Jawa melakukan ritual sesajen yang dibuang ke laut karena mereka menggantungkan hidup dari hasil melaut.
Kebudayaan satu daerah belum tentu sesuai dengan daerah lainnya karena kebanyakan kebudayaan bersifat local. Orang Arab yang tinggal di gurun pasir tentunya tidak akan nyaman bila menggunakan pakaian 'you can see' yang sering digunakan orang Barat. Orang Barat yang hidup di tengah hiruk pikuk kota tentunya tidak akan setuju jika diberlakukan kegiatan 'siskamling' yang sudah menjadi budaya orang Indonesia di pedesaan. Penduduk di pedesaan Indonesia tentunya tidak akan bisa bertahan hidup dalam bingkai 'individualistis' yang sudah menjadi trade mark  bangsa Barat.
3.      Hubungan Antara Agama dan Kebudayaan
Seperti halnya Kebudayaan Agama sangat menekankan makna dan signifikasi sebuah tindakan.Karena itu sesungguhnya terdapat hubungan yang sangat erat antara kebudayaan dan agama bahkan sulit dipahami kalua perkembangan sebuah kebudayaan dilepaskan dari pengaruh agama.Sesunguhnya tidak ada satupun kebudayaan yang seluruhnya didasarkan pada agama.Untuk sebagian kebudayaan juga terus ditantang oleh ilmu pengetahuan, moralitas secular, serta pemikiran kritis.
            Meskipun tidak dapat disamakan, agama dan kebudayaan dapat saling mempengarui.Agama mempengaruhi system kepercayaan serta praktik-praktik kehidupan.Sebalikny akebudayaan pun dapat mempengaruhi agama, khususnya dalam hal bagaimana agama di interprestasikan/ bagaimana ritual-ritualnya harus dipraktikkan. Tidak ada agama yang bebas budaya dan apa yang disebut Sang –Illahi tidak akan mendapatkan makna manusiawi yang tegas tanpa mediasi budaya, dlam masyarakat Indonesia saling mempengarui antara agama dan kebudayaan sangat terasa. Praktik inkulturasi dalam upacara keagamaan hamper umum dalam semua agama.
            Budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif. Budaya agama tersebut akan terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan kesejarahan dalam kondisi objektif dari kehidupan penganutnya.
            Hubungan kebudayaan dan agama tidak saling merusak, kuduanya justru saling mendukung dan mempengruhi. Ada paradigma yang mengatakan bahwa ” Manusia yang beragma pasti berbudaya tetapi manusia yang berbudaya belum tentu beragama”.
              Jadi agama dan kebudayaan sebenarnya tidak pernah bertentangan karena kebudayaan bukanlah sesuatu yang mati, tapi berkembang terus
mengikuti perkembangan jaman.Demikian pula agama, selalu bisa berkembang di berbagai kebudayaan dan peradaban dunia.Jika kita teliti budaya Indonesia, budaya itu  terdiri dari 5 lapisan. Lapisan itu diwakili oleh budaya agama pribumi, Hindu, Buddha, Islam dan Kristen
.
Lapisan Pertama adalah agama pribumi yang memiliki ritus-ritus yang berkaitan dengan penyembahan roh nenek moyang yang telah tiada atau  lebih setingkat yaitu Dewa-dewa suku seperti sombaon di Tanah Batak, agama Merapu di Sumba, Kaharingan di Kalimantan. Berhubungan dengan ritus agama suku adalah berkaitan dengan para leluhur menyebabkan terdapat solidaritas keluarga yang sangat tinggi. Oleh karena itu maka ritus mereka berkaitan dengan tari-tarian dan seni ukiran, Maka dari agama pribumi  bangsa Indonesia mewarisi kesenian dan estetika yang tinggi dan nilai-nilai kekeluargaan yang sangat luhur.
            Lapisan Kedua adalah Hinduisme, yang telah meninggalkan peradapan yang menekankan pembebasan rohani agar atman bersatu dengan Brahman maka dengan itu ada solidaritas mencari pembebasan bersama dari penindasan sosial untuk menuju kesejahteraan yang utuh. Solidaritas itu diungkapkan dalam kalimat Tat Twam Asi, aku adalah engkau.
            Lapisan Ketiga adaalah agama Buddha, yang telah mewariskan nilai-nilai yang menjauhi ketamakan dan keserakahan.Bersama dengan itu timbul nilai pengendalian diri dan mawas diridengan menjalani 8 tata jalan keutamaan.
            Lapisan Keempat adalah agama Islam yang telah menyumbangkan kepekaan terhadap tata tertib kehidupan melalui syari’ah, ketaatan melakukan shalat dalam lima waktu,kepekaan terhadap mana yang baik dan mana yang jahat dan melakukan yang baik dan menjauhi yang jahat (amar makruf nahi munkar) berdampak pada pertumbuhan akhlak yang mulia. Inilah hal-hal yang disumbangkan Islam dalam pembentukan budaya bangsa.
            Lapisan Kelima adalah agama Kristen, baik Katholik maupun Protestan.Agama ini menekankan nilai kasih dalam hubungan antar manusia.Tuntutan kasih yang dikemukakan melebihi arti kasih dalam kebudayaan sebab kasih ini tidak menuntut balasan yaitu kasih tanpa syarat.Kasih bukan suatu cetusan emosional tapi sebagai tindakan konkrit yaitu memperlakukan sesama seperti diri sendiri.Atas dasar kasih maka gereja-gereja telah mempelopori pendirian Panti Asuhan, rumah sakit, sekolah-sekolah dan pelayanan terhadap orang miskin.
Apakah gunanya menggunakan pendekatan kebudayaan terhadap agama.Yang terutama adalah kegunaannya sebagai alat metodologi untuk memahami corak keagamaan yang dipunyai oleh sebuah masyarakat dan para warganya.Kegunaan kedua, sebagai hasil lanjutan dari kegunaan utama tersebut, adalah untuk dapat mengarahkan dan menambah keyakinan agama yang dipunyai oleh para warga masyarakat tersebut sesuai dengan ajaran yang benar menurut agama tersebut, tanpa harus menimbulkan pertentangan dengan para warga masyarakat tersebut. Yang ketiga, seringkali sesuatu keyakinan agama yang sama dengan keyakinan yang kita punyai itu dapat berbeda dalam berbagai aspeknya yang lokal.
Tetapi, dengan memahami kondisi lokal tersebut maka kita dapat menjadi lebih toleran terhadap aspek-aspek lokal tersebut, karena memahami bahwa bila aspek-aspek lokal dari keyakinan agama masyarakat tersebut dirubah maka akan terjadi perubahan-perubahan dalam berbagai pranata yang ada dalam masyarakat tersebut yang akhirnya akan menghasilkan perubahan kebudayaan yang hanya akan merugikan masyarakat tersebut karena tidak sesuai dengan kondisi-kondisi lokal lingkungan hidup masyarakat tersebut.




BAB III
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
A.    Sejarah Singkat Negeri Kailolo
Negeri Kailolo pertamanya berada di gunung bersama lima Negeri lain, sehingga kelima Negeri itu disebut Uli Hatuhaha Amarima Low Nusa yang artinya Uli (Persatuan), Hatuhaha (Batu di atas batu), Amarima (Lima Negeri), Low (Berkumpul), dan Nusa (Pulau).setelah masuknya Bangsa Portugis pada abad 14 – 15 disitulah terjadinya upaya oleh Bangsa Portugis untukmenurunkan kelima Negeri tersebut kepusat pantai. Namun, upaya tersebut tidak berhasil.Pada abad ke 16 masuknya bagsa penjajah Belanda merekapun melanjutkan misi Bangsa Portugis untuk menurunkan kelima Negeri tersebut ke pasisir pantai dan upaya itupun berhasil. Sehingga kelima Negeri yang awalnya berada di pegunungan mereka bergeser ke arah pesisir pantai.
Karena Bangsa Belanda juga masih tetap memaksakan kondisi untuk menurunkan kelima Negeri ke pesisir pantai agar lebih muda dipantau maka kelima Negeripun menuju ke tepi pantai dan mereka mendiami kawasan sebelah Utara Pulau Haruku di mana Negeri Hulaliu berada di satu tempat yang namanya Haturessy, Negeri Pelauw berada di Matasiri, Negeri Kailolo ke Sahaporry, Negeri Kabauw menempati wilayah sebelah selatan Negeri kailolo yang Bernama Samasuru dan Negeri Rohomony ke sampan Negeri Kabauw yang namanya Mandalise. Sehingga nama-nama Negeri awalpun masih di abadikan sampai sekarang.

 

B.     Keadaan Geografis
a.      Letak dan Luas Negeri Kailolo
      Sebelum penulis membahas tentang keadaan geografis terlebih dahulu penulis memberikan pengertian tentang keadaan geografis. Menurut Polak keadaan geografis meliputi sebagai aspek: Tanah dan segala kekayaan, tumbuhan, binatang-binatang dengan segala gaya kosmos seperti sinar dan sebagainya termasuk proses segenap geografis seperti banjir, gempa bumi dan topan.[29]
      Letak geografis sangat berpengaruh terhadap penduduk yang menetap di suatu daerah karena sangat menentukan pola dan gaya hidup, serta adat istiadat masyarakat setempat. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai lokasi penelitian, maka penulis akan mendeskripsikan lokasi penelitian yang berada di Pulau Haruku tepatnya di Kabupaten Maluku Tengah yang merupakan lokasi berlangsungnya Manian.
Negeri Kailolo secara administrative termasuk dalam wilayah Kecamatan Pulau Haruku kabupaten Maluku Tengah dengan kode wilayah 81.01.13.2008. Negeri Kailolo merupakan salah satu Negeri Adat dari 12 Negeri yang ada di kecamatan Pulau Haruku Kabupaten Maluku Tengah yang berhadapan langsung dengan Pulau Ambon bagian Timur, luas Wilayah Negeri kailolo kurang lebih 7521 ha dan terletak memanjang dari utara ke selatan. Adapun batas-batasNegeri Kailolo sebagai berikut :
a.       Sebelah Utara berbatasan dengan Negeri Pelauw
b.      Sebelah Selatan dengan Negeri Kabauw dan Rohomoni
c.       Sebelah Barat berbatasan dengan laut atau selat Pulau Pombo
d.      Sebelah Timur berbatasan dengan Petuanan Aboru dan Wassu
Negeri Kailolo secara topografi berupa pegunungan dengan ketinggian antara 0-100 m di atas permukaan laut, sehingga Negeri Kailolo tergolong dataran rendah. Suhu di Negeri Kailolo pada siang hari berkisar antara 320C – 340C, sedangkan suhu malam hari berkisar 300C. Jenis tanah di Negeri Kailolo secara umum kering berpasir, sehingga cocok untuk pertanian.
Table 01. Jenis Penggunaan Dan Luas Tanah Negeri Kailolo
No
Jenis Tanah
Luas Lahan
1
Panjang garis pantai
7,5 Km
2
Tanah perkebunan atau pertanian
5600 ha
3
Tanah produktif
4500 ha
4
Hutan batu karang
1500 ha
5
Tanah perkebunan
6112 ha
Sumber Data : Kantor Desa Negeri Kailolo


b.      Keadaan Iklim
Secara klimatologi iklim di Negeri Kailolo sama dengan kondisi iklim local yakni biasanya berlaku iklim tropis yang di pengaruhi oleh dua musim, yaitu musim barat atau utara dan musim timur atau tenggara, di selingi dengan musim pancaroba yang merupakan musim transisi dari dua musim tersebut. Pada umumnya musim barat berlangsung dari bulan desember sampai bulan Maret, sedangkan musim timur mulai dari bulan Mei sampai dengan Desember. Bulan April merupakan musim pancaroba. Keadaan demikian menyebabkan Negeri Kailolo memiliki iklim yang sifatnya homogen, sehingga memungkinkan penduduk Negeri Kailolo bermata pencahrian sebagai petani dan nelayan.
Negeri Kailolo merupakan Negeri yang sangat luas daratannya dengan iklim yang sangat membantu proses perkembangan alam. Negeri Kailolo adalah Negeri yang sangat kaya baik di laut maupun di darat. Kekayaan alam Negeri Kailolo terdiri dari hasil produktif jangka panjang antara lain durian, kenari, cengkeh, pala, kelapa dan lain-lain. Inilah yang menjadi andalan masyarakat Kailolo selain sumber alam yang belum di gali yaitu air panas, di daerah laut amat bervariasi dan menyimpang berbagai biota selain ikan.


C.    Keadaan Demografis
Sebelum di jabarkan keadaan penduduk Negeri kailolo berdasarkan ciri-ciri dan karakteristiknya, maka perlu di ketahui bahwa sesuai data yang tercatat  di Kantor Desa Negeri Kailolo, penduduk Negeri Kailolo secara keseluruhan dengan jumlah 5513 jiwa, dan selanjutnya akan di uraikan keadaan penduduk Negeri Kailolo berdasarkan ciri dan karakteristik sebagai berikut :
a.       Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Negeri Kailolo termasuk daerah yang sangat berpotensi juga memiliki pertumbuhan penduduk asli dan pendatang yang menetap sebagai masyarakat Negeri kailolo dan memiliki tempat pemukiman yang sah dan dapat di perinci menurut jenis kelamin sebagai berikut :
Table 02. Keadaan Penduduk Negeri Kailolo Berdasarkan Jenis Kelamin
NO
JUMLAH PENDUDUK
JUMLAH
1
Jumlah Laki-laki
2427 Jiwa
2
Jumlah Perempuan
3086 Jiwa
Jumlah
5513 Jiwa
Sumber data : Kantor Desa Negeri Kailolo
Berdasarkan table jumlah penduduk dapat dideskripsikan sebagai berikut, jumlah Laki-laki 2427 jiwa dan jumlah perempuan 3086 jiwa. Terjadinya perubahan dalam komposisi jumlah penduduk, selain ditentukan oleh factor jumlah kelahiran dan kematian juga ditentukan oleh Urbanisasi.

b.      Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Mata pencarian penduduk Negeri Kailolo tidak hanya sebagai petani dan nelayan tetapi penduduk mempunyai mata pencarian yang bervariasi sesuai perkembangan dan potensi Negeri Kailolo antara lain :
Table 0.3. Mata Pencaharian Penduduk Negeri kailolo
NO
Jenis Mata Pencarian Masyarakat
Jumlah
1
Petani
363
2
Nelayan
115
3
Pedagang 
51
4
Pengusaha atau Wiraswasta
85
5
Pegawai Negeri
63
6
Dan Lain-lain
307
Sumber Data : Sekertaris Negeri Kailolo
c.       Struktur dan hubungan kekerabatan
Struktur dan hubungan kekerabatan sangat dipengarui oleh bagaimana cara menarik garis keturunan untuk menentukan dan mengetahui keturunan seseorang.Cara menarik garis keturunan tersebut pada umumnya terbagi dua bagian yaitu :
1.      Penarikan garis keturunan secara patrinial, Penarikan garis keturunan secara universal berarti penarikan  garis keturunan secara satu pihak saja, kemudian terbagi dua golongan lagi yaitu masyarakat patrinial yang menarik garis keturunan dari pihak laki – laki dan masyarakat matrinial yang menarik keturunan dari pihak perempuan.[30]
2.      Penarikan garis keturunan dari orang tua melalui ayah dan ibu berdasarkan kedua pihak orang tua melalui ayah dan ibu dikenal dengan istilah garis keturunan secara bilateral menurut cara ini, tidak ada pemisahan yang tegas antara keturunan dari pihak ayah dan pihak ibu.[31]
Masyarakat Negeri Kailolo termasuk masyarakat yang menarik garis keturunan dari satu pihak laki – laki atau ayah. Dengan demikian masyarakat Negeri kailolo termasuk masyarakat Universal (Penarikan garis keturunan satu pihak) artinya tiap anak laki – laki atau perempuan mengikuti marga ayah.
D.    Keadaan Sosial Budaya.
a.      Pendidikan
Masyarakat Negeri kailolo sebagai masyarakat campuran yang memiliki watak budaya yang amat berfariasi merupakan suatu kebangaan dan potensi yang amat besar kelak di manfaatkan dengan baik. Pendidikan merupakan peran penting dalam meningkatkan kecerdasan dan ketrampilan setiap manusia, kualitas sumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikannya. Karena pendidikan merupakan unsurterpenting dalam kehidupan.
Tebel 04. Sarana dan Prasarana Pendidikan di Negeri Kailolo
No
Jenis pendidikan
Jumlah Keseluruhan
1.
TK
1 buah
2.
SDN
1 buah
3.
SD INPRES
1 buah
4.
MIN
1 buah
5.
SMP
1 buah
6.
MTS
1 buah
7.
SMA
1 buah
Sumber data, Kantor Negeri Kailolo
Menurut data  di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat Negeri kailolo merupakan wujud kepedulian terhadap pendidikan dan pentingnya pendidikan untuk generasi muda ke depan. 22,80% persen berada di perguruan tinggi menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk menyekolahkan anak sampai ke jenjang yang lebih tinggi semakin meningkat.
b.      Agama
Agama yang dianut oleh masayarakat Negeri Kailolo adalah Agama Islam. Agama Islam dianut masyarakat Negeri Kailolo sejak dahulu sebelum portugis datang ke Maluku, yaitu saat masih bergabung dengan keempat Negeri lain (Pelauw, kabauw, rohmoni dan hulaiuw) dalam satu uli hatuhaha (Pulau batu diatas batu). Menurut hasil wawancara dengan tokoh adat di Negeri Kailolo bahwa islam masuk pertama kali di Uli Hatuhaha sekitar abat ke 13 M. yang dibawah oleh seorang Mubaligh yang beasal dari arab yang bergelar Syeik Datuk Maulana Zainal Abidin Bin Husein Bin Ali r.a pada tahun 1213.[32]
Di Negeri Kailolo sendiri terdapat sebuah masjid yang bangun pada tahun 1934 bernama Masjid Jami Nandhatu Sahapory. Yang terletak tepat ditegah – tengah kampong disamping itu juga terbapat tempat ibadah lainya seperti Musholah atau Langgar yang berjumlah10 buah yang terdapat di empat dusun yang ada di Negeri Kilolo tanpa ada tempat peribadatan lainya.
c.       Kesehatan
Dari segi kesehatan di Negeri Kilolo sudah lebih maju karena di Negeri tersebut terdapat 1 buah Rumah Sakit dan Puskesmas Pembantu yang di olah 6 orang tenaga madis
d.      Tradisi dan adat istiadat
Tradisi dan adat istiadat di Negeri Kilolo tidak terlepas dari tradisi dan adat istiadat Uli Hatuhaha, hanya saja tradisi dan adat istiadat ini telah disesuaikan dengan syariat agama islam sedangkan yang tidak sesuai telah ditinggalkan. Tradisi dan adat istiadat di Negeri Kailolo diantaranya.
1.      Tradisi mengunjungi keramat atau makam tuan guru, tokoh agama atau penyebar agama islam yang disebut dengan istilah wali Allahdi Negeri Kailolo, dengan maksud memanjatkan Do’a untuk mereka karena atas jasa – jasa mereka masyarakat Negeri Kilolo masih berada dan tetap dalam keadaan islam :
2.      Tradisi Sasi Kelapa, pala dan kawasan tanjung maleo.
Tujuanya untuk melindungi kekayaan negeri Kailolo.
3.      Tradisi manian atau maulidan, tujuan untuk memanjatkan do’a kepada penyebar agama islam di Hatuhaha yaitu Syeik Datuk Maulana Zainal Abidin Nin Husein Bin Ali, yang masih ada hubungan keluarga dengan Rosulullah saw. Tradisi ini di selenggarakan pada saat bulan maulid tujuanya untuk sama – sama mendo’akan dan merayakan kelahiran Rosulullah SAW.
4.      Adat Perkawinan, dalam upacara perkawinan terdapat jenis perkawinan yaitu perkawinan meminang (lamaran) di kenal dengan istilah Manusu Sou, selanjutnyaMapua yaitu kunjungan laki-laki dengan membawa tempat siri dan uang secukupnya kepada keluarga perempuan guna mengenal lebih dekat silsilah keluarga dari perempuan yang di nikahinya. Kemudian akan di langsungakan pernikahan dan di adakan Tauri yaitu jamuan kepada undangan pada saat ijab Kabul di langsungkan pada saat itu juga ada pembayaran atau pemberian mahar (maskawin) dan cicin kawin sesuai dengan permintaan yang di ajukan calon Istri. Kemudian pembayaran harta kawin yang di ajukan pihak keluarga calon istri sesuai adat Negeri Kailolo di antaranya Kain Putih dua pis, inyainsusan pisibarua laloi, inyai harta, upunainyi, ahauntauwi, tepahandaloi, dan mahai waela putui. Dalam melaksanakan pernikahan ini, masyarakat Negeri kailolo akan sama-sama menanggung ongkos atau uang yang di keluarkan pihak laki-laki dan perempuan yang di kenal dengan istilah Barekeng orang kawin.
E.     Keadaan Struktur Negeri
Negeri kailolo merupakan Negeri yang sangat luas daratannya yang terdiri dari 4 dusun dalam Negeri dan 5 buah Dusun perantauan, di antaranya :
1.      Dusun 1 Tanusamahu
2.      Dusun 2 Seramby
3.      Dusun 3 Potahitu
4.      Dusun 4 Mandilagu
5.      Dusun petuanan Namaea kecil
6.      Dusun petuanan Hitapory
7.      Dusun petuanan Waetalat
8.      Dusun petuanan Waeriang
9.      Dusun petuanan Waenana
Sedangkan di dalam Negeri sendiri terdapat 10 maarga, 8 teon dan 5 soa. 10 marga di antaranya :
1.      Marga tuanany
2.      Marga Usmahu
3.      Marga Marasabessy (Nurlembe dan Putiiman)
4.      Marga Tuanay
5.      Marga Tuatoy
6.      Marga Tuasamu
7.      Marga Tuaputty
8.      Marga Sahartira
9.      Marga Ohorella
10.  Marga Mahu
Selanjutnya 8 teon dan 5 soa dapat di lihat pada table berikut ini :
Tabel 05. Teon di Dalam Negeri kailolo
No
Nama Teon
Mata Rumah atau Rumah Taw
1
Teon marga Tuanany
Rumah tau kawa
2
Teon marga Tuanaya
Rumah tau parenta (solopae atau tualokol dan sirawane yang di sematkan)
3
Teon marga Usemahu
Rumah tau pari
4
Teon marga Marasabessy (Nurlembe)
Rumah tau Nurlembe
5
Teon marga Marasabessy (Putiiman)
Rumah tau Putiiman
6
Teon marga Marasabessy (Psynagara)
Rumah tau Teusuka
7
Teon marga Tuasamy
Rumah tau Souharur
8
Teon marga Tuaputty
Rumah tau Samal
Sumber Data : Kantor Desa Negeri Kailolo
Table 06. Soa Di Dalam Negeri Kailolo
No
Nama Soa
Marga
1
Soa Tuanany
Untuk marga Marasabessy Nurlembe
2
Soa Pessy
Untuk marga Marasabessy Putiiman
3
Soa Souharur
Gabungan dari marga Tuanany, Tuasamu, Dan Marasabessy Psynagara
4
Soa Pary
Gabungan dari marga Usemahu, Sahartira, Tuatoy, Mahu dan Ohorella
5
Soa Sahartira
Gabungan dari marga Tuanaya dan Tuaputy
Sumber Data : Kantor Desa Negeri Kailolo
Sedangkan lembaga-lembaga yang ada di Negeri Kailolo yaitu dapat di lihat pada table 0.8 berikut ini :
Table 07. Jenis Kelembagaan di Negeri Kailolo
no
Jenis Kelembagaan Negeri
Jumlah Pengurus
1
Pemerintah Negeri
11 orang
2
BPN atau Saniri
11 orang
3
Lembaga Keamanan
50 orang
4
Lembaga Pendidikan atau Komite Sekolah
25 orang
5
Remaja Masjid
100 orang
6
LPMN
10 orang
7
Sasi
16 orang
8
Kelompok Tani dan Nelayan
75 orang
9
Dusun
8 orang
10
Puskesmas Pembantu
6 orang
11
PKK
50 orang
Sumber Data : kantor Desa Negeri Kailolo


[1]Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Cet IX; Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009) hal. 144
[2] Rafael Raga Maran, Manusia & Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar (Cet III; Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007) hal. 56
[3]Abidin Wakano,“Maluku & Keindahan Sejarahnya,Harmoni Kehidupan Masyarakat Maluku Yang Berbasis Kearifan Lokal”, dalam Josep Antonius Ufi, Menggali Sejarah Dan Kearifan Lokal Maluku, (Maluku: Paramadina, 2012) hal. 1
[4] Ibid, hal 1-2
[5] Ibid, hal 2
[6] Ibid, hal 3
[7]Ibid, hal. 15
[9]  Budiono, Kamus Bahasa Indonesia Baku, (Surabaya: Alumni), hal .338
[10] Wawan cara Bpk Made Ali Ohorella, 15 Desember 2013
[11]Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal.721
[12]Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group: 2011). Hal.34
[13]Bagong Suyanto, Metode Penelitian Social Berbagai Alternative Pendekatan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), h. 166
[14] Dedi Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Sosial Lainnya (Cet 1 : Bnadung: Remaja Rosdakarya, 2001) hal.150.
[15] Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Jakarta: Erlangga. 2002), hal.86
[16] Ibid
[17] Clifford Geertz, Abangan, Santri, Santri Dalam Masyarakat Jawa,( jakarta: pustaka jaya). 1989
[18] Pip Jones,  Pengantar Teori-teori Sosial dari Teori Fungsionalisme hingga Post-modernisme,(jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2009).
[19] George Ritzer, Teori Sosiologi (Dari Sosiologi Klasik Sampai Postmodern). (Edisi ke 8, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2012), hal. 631
[20]Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat.Komunikasi Antar Budaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang berbeda Budaya, (Bandung: Remaja Rosdakarya 2006). Hal. 25
[21]Geertz, Clifford, Tafsir Kebudayaan, Kanisius Press, Yogyakarta, 1992
[22] Rafael Raga Maran, Manusia & Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2007). Hal, 20
[23] Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Bnadung : Raja Grafindo Persada, 2000). Hal, 188
[24] Abdulkadir Muhammad,Ilmu Sosial Budaya Dasar, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011). Hal, 75
[25]Ibid, hal. 76
[26] Ishomuddin, Pengantar Sosiologi Agama, (Cet I, Jakarta Selatan: Ghalia Indonesia, 2002). Hal. 29
[27]  Ibid. hal. 30
[28] Bernard Raho Svd, Agama Dalam Perspektif  Sosiologi , (Jakarta: Obor, 2011). Hal. 1
                [29] Mayor Polak, Sosiologi Suatu Pengantar (Cet. I; Balai Buku Ikhtiar, Jakarta 1966), h. 54.
[30] Wijaja, Hauw, Pemerintahan Desa Atau Marga ;(cet.III, Jakarta:PT.Raja Grafindo.2003).
[31] Ibit, Hal.202.
[32] Wawancara Bapak Muhti Marasabessy, Minggu, 20 oktober 2013.









BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dari penjelasan yang di sampaikan penulis dalam penulisan skripsi di atas maka, dapat penulis simpulkan bahwa :
1.      Bentuk tradisi Manian  dalam perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw pada umumnya sama, hanya saja Tradisi Manian yang di rayakan pada Marga Marasabessy terbagi atas dua yakni Manian Hala Totui dan Manian Bunga Lilin. Manian Hala Totui atau Makanan Jasad sedangkan Bunga Lilin atau Kembang Keindahan. Manian hala totui di laksanakan oleh Marsasabessy Nurlembe sedangkan Manian bunga lilin di laksanakan oleh Marasabessy Putiiman.
2.      Dampak Manian  untuk mempererat Silaturahim antara warga Negeri Kailolo. Selain itu ada pula dampak sosial yakni saling peduli untuk berbagi antar warga.
3.      Prosesi adat Maulid Nabi Muhammad Saw atau Manian sejak dulu tetap ada dan di pertahankan oleh warga Negeri Kailolo, baik yang ada di Negeri Kailolo maupun yang berada di luar Negeri Kailolo. Hal ini di buktikan dengan setiap tahunnya di adakan prosesi Manian yang bertepatan dengan bulan kelahiran Nabi Muhammad Saw yakni bulan Rabiul Awal yang dilaksanakan pada setiap Ruma Tau yang terdapat di Negeri Kailolo.
B.     Saran
Dari kesimpulanpenulisanini, makadapatpenulissarankanbeberapahal, di antaranya :
1.      Bagi masyarakat Negeri Kailolo kebiasaan atau tradisi ini mestinya di pertahankan, mengingat sangat bermanfaat bagi masyarakat Negeri Kailolo dalam hal ini mempertahankan Silaturahmi.
2.      Mengingat tradisi manian memiliki keuntungan bagi masyarakat negeri kailolo serta sangat berimplikasi positif terhadap proses komunikasi, silaturahmi serta kerja sama maka sangat penting kearifan lokal ini selalu di lestarikan dan di kembangkan.


  

DAFTAR PUSTAKA

A.    Buku Teks
Departemen Agama RI. Al-qur’an Tajwid dan Terjemahan, hal 215

Haw, Wijaya.  Pemerintahan Desa Atau Marga ;(cet.III, Jakarta:PT.Raja Grafindo.2003).
Idrus, Muhammad, Metode Penelitian Ilmu Sosial, Jakarta: Erlangga.2002
Jones, Pip,  Pengantar Teori-teori Sosial dari Teori Fungsionalisme hingga Post-modernisme, jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2009
Kaplan, David dan Robert A. Manners, Teori Budaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2012
Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia.1985
Koentjaraningrat, Manusia Dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Djambatan.2010
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Edisi Revisi, Jakarta: Rineka Cipta.2009
Mayor Polak, Sosiologi Suatu Pengantar (Cet. I; Balai Buku Ikhtiar, Jakarta 1966), h. 54.
Muhammad, Prof.Abdulkadir, Ilmu Sosial Budaya Dasar, Edisi Revisi, Bandung: Citra Adtya Bakti.2011
Mulyana, Dedy, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Sosial Lainnya (Cet 1 : Bnadung: Remaja Rosdakarya, 2001) hal.150.
Noor, Dr. Juliansyah, Metodologi Penelitian, Jakarta, Kencana Prenada Media Group: 2011
Raga Maran, Rafael, Manusia Dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: Rineka Cipta.2007
Ritzer, George, Teori Sosiologi, Edisi Kedelapan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2012
Sutrisno, Mudji dan Hendar Putranto, Teori-teori Kebudayaan, Yogyakarta: Kanisius.2005
Suyanto, Bagong , Metode Penelitian Social Berbagai Alternative Pendekatan Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Watloly, DKK, Menggali Sejarah dan Kearifan Lokal Maluku, Maluku: Paramadina.2012

B.     Sumber Lain

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

                                                                         MANIAN DALAM PERAYAAN MAULID NABI SAW  Lampiran : PETA KEPUL...